Rabu, 04 Mei 2011

Air sungai kita, kenapa begini?

Dulu ketika saya masih sekolah di sekolah dasar, kalau pingin mainan air tinggal nyebrang jalan aja. disitu sudah ada sungai kecil, atau kalau saya biasa menyebutnya wangan. air nya jernih dan arusnya cukup deras.begitu pula sungai brantas yang menjadi pembatas dengan desa lain, dulu airnya sangat jernih, banyak ikannya walaupun tidak jarang ada yang klelep. Tapi saya masih bisa menikmati suasana mandi dan bermain di sungai bersama teman2. kurang dari 20 tahun kemudian, ternyata keadaan sudah berubah banyak.  wangan yang ada di depan rumahku setelah dibangun ternyata tidak ada airnya lagi, kalaulah ada, dapat dipastikan bahwa itu adalah air hujan atau pembuangan air limbah rumah tangga. demikian juga dengan sungai yang bermuara ke sungai brantas, airnya sudah berwarna kecoklatan dan itu pun sisa air hujan. kedalamannya juga tinggal sejengkal karena sungai itu telah kehilangan kedalamannya saat banjir bandang tahun 2004 yang lalu. ketika anak saya ingin dolanan air yang bukan di kolam renang, betapa sulitnya menemukan sungai yang bening dan arusnya yang cukup deras. saya harus bawa anak saya ke pegunungan di pacet atau trawas. itupun saya harus melewati jalan setapak agar bisa sampai di sungai kecil yang airnya jernih. dan ada catatannya dengan huruf tebal tidak ada hujan kemarinnya. sebab bila kemarin turun hujan maka bisa dipastikan airnya juga kecoklatan sehingga saya harus ke daerah air terjun dlundung.
Aku pikir keadaan itu adanya cuma di daerahku saja, tapi ternyata saat aku ke kaltim, air sungainya ternyata sekeruh air sungai di daerahku bahkan saat  berada di pesawat dan masih bisa melihat apa yang ada di bawah kulihat bahwa sungainya juga pada keruh airnya. Aku jadi iri liat sungai-sungai di korea atau di eropa (walau lewat tipi sih)  yang masih bersih dan masih berwarna selayaknya air. terus apa yang salah dengan sungai kita ya?
tentu tidak arif kalau menyalahkan sungainya yang mokong ndak mau mengaliri sawah para petani, atau tetap ngotot ngasih air PDAM yang kotor walau sudah dikasih kaporit. sebab yang patut di ingatkan adalah kita, yang sudah diberi amanat sebagai khalifah fil ard, tapi kita kayaknya tidak cukup amanah menjadi kholifah fil ard. buktinya, kita dengan seenaknya menebang pohon walau alasannya yg kita tebang cuma satu, tapi kalau satu ditambah satu ditambah satu pastinya jadi banyak. kita juga seenaknya membuang sampah di sungai. Walau ini menjadi budaya, tapi budaya yang jelek ya harus kita buang jauh-jauh. mengapa saya bilang budaya? dulu saat saya kecil ada lagu  ... eh mantene teko eh bukano kloso eh klosone bedah .....eh asune mati eh buak nang kali. karena dolanan seperti ini, di pikiran kita sudah tertanam kalau ada asu (anjing) mati ya (termasuk juga sampah)  harus dibuang di kali(baca sungai) bukannya dikubur.
Kita melihat air sungai yang keruh tapi kita tidak pernah mau tau kenapa air jadi keruh.  kita anggap itu semua adalah biasa adanya. kita hanya berfikir yang penting di rumah kita air masih putih bersih dan masih berlimpah. baru kalau air yang dirumah kita keruh, baru berteriak-teriak dan ditambah menyalahkan orang lain. padahal kalau kita fikir lagi air keruh itu juga pertanda akan datangnya masa dimana air bersih itu menjadi sangat terbatas. yang kita tau bahwa air itu adalah sda yang tak terbatas, padahal selama namanya makhluk Allah tetap ada batasnya. demikian juga air karena dia juga makhlauk Allah. air mungkin dalam bentuk yang berbeda akan berjumlah sama, tapi jumlah air bersih ? saya kok malah berfikir akan semakin berkurang. yang paling nyata adalah ketika kita ngebor air semakin hari akan semakin panjang pipa yang harus kita sediakan.
kalau  tanda-tanda itu semakin nyata, sedang kita tidak berbuat apa-apa, apa kata dunia!
Perubahan! itu yang harus kita lakukan, perubahan terhadap sikap kita yang masa bodoh dengan semua yang terjadi, perubahan terhadap perilaku kita. dan itu bisa kita lakukan dari sekarang. semisal tidak membuang sampah sembarangan. tidak menebang pohon walau pohon itu milik kita sendiri, menanam pohon yang bisa menahan air. kalau tidak bisa menanam di pegunungan yang hampir pada musnah hutannya, kita bisa nanam pohon di sekitar rumah kita. urusan pohon dirumah kita memang tidak berdampak langsung pada air sungai kita. tapi setidaknya bisa mengikat air bersih disekitar kita sehingga kita tidak akan kelangkaan air bersih. perubahan itu bisa dari hal yang terkecil dan dari kita sendiri. kalau tidak kita siapa lagi?