RUMITNYA NGURUS TUNJANGAN SERTIFIKASI GURU
Tiada hari tanpa ngurusi
sertifikasi, mulai Ao, A1, Uji kompetensi awal, uji kompetensi guru sertifikiasi
sampai pencairan tunjangan profesi pendidik. Tapi dari sekian macam kegiatan
sertifikasi, menurut saya yang paling rumit adalah pencairan tunjangan profesi
pendidik (TPP). Menurut saya ada
beberapa hal yang membuat pencairan TPP
itu rumit antara lain SK TPP nya yang
harus dibuat pertahun. Mestinya SK semacam ini tidak pertahun tapi pake jangka
waktu misalnya, sehingga tiap awal tahun tidak harus disibukkan dengan urusan
SK TPP ini. Toh selama ini walau daerah sudah mengirim validasi data, nyatanya
SK yang keluar tidak seperti yang diharapkan misalnya ada yang sudah dihapus
karena berdasarkan validasi data ternyata sudah pensiun atau meninggal masih ada
di sk atau sebaliknya yang masih berhak mendapatkan TPP
malah tidak keluar SK nya. Dengan sistem jangka waktu ini selain energi kita
tidak terkuras hanya untuk koordinasi masalah SK TPP, kita juga bisa mencairkan
TPP tepat waktu. Tidak seperti tahun ini, dimana kemendikbud mengintruksikan
untuk pencairan TPP itu tri wulan-an saja, tapi bagaimana mencairkan TPP pada
bulan maret kalau pada bulan maret kita masih koordinasi tentang validasi data,
bahkan pada bulan April, SK penerima TPP baru separohnya yang sudah kita
terima. Enak aja Kementrian bilang harus dicairkan yang Sknya sudah ada, sebab
mereka tidak berhubungan langsung dengan para guru penerima TPP. Sementara di
daerah, kalau yang dicairkan masih separoh saya yakin yang separoh akan
berbondong-bondong ke dinas untuk menanyakan kenapa mereka belum cair TPP? Dan
bisa dipastikan mereka akan berperasangka buruk bahwa kita tidak becus bekerja,
uangnya dimakan dinas dll. Kemarin ketika Bank BNI 1946 tanpa koordinasi dengan
dinas mengedarkan surat untuk pembuatan rekening, yang tidak dapat surat
langsung tanya baik datang sendiri maupun lewat sms atau lewat telepon. Sehingga
dalam 3 hari kemudian hari-hari saya hanya menjawab mereka yang tidak
mendapatkan panggilan dari Bank BNI. Ini baru buka rekening, la kalau pencairan
TPP, saya gak bisa bayangkan.
Penunjukan bank untuk mentransfer TPP kepada guru penerima TPP. Lain dari tahun sebelumnya,
tahun ini pencairan TPP harus melalui bank BNI 1946, Bank BRI dan Bank Mandiri
sesuai dengan SK TPP. Kalau kita ikuti benar-benar perintah ini, kita di daerah
yang akan kesulitan karena ternyata di SK TPP banyak yang tertulis Bank BNI
cabang senayan jakarta padahal domisili kita di Jawa Timur, akhirnya apa? Data
bank akhirnya direvisi tanpa merubah SK. Belum lagi penunjukan bank yang lebih
dari satu membuat pegawai bank di daerah tidak proaktif seperti tahun sebelumnya. Misalnya bank mandiri yang
berkoordinasi dengan Dinas saat mau
mencairkan TPP yang berasal dari dana dekon. Tapi sekarang hanya mengirim surat
saja. Contoh lain ada bank yang petugasnya malah sama sekali tidak mau
berkoordinasi dengan dinas, saat kita komplain mengapa mengirim surat langsung
ke guru penerima TPP tanpa koordinasi ? dengan enteng mereka menjawab bahwa
tidak ada perintah dari pusat.
Persoalan lain yang
bikin rumit, dana TPP yang melalui tranfer daerah di transfer pusat lewat Bank
Jatim, kemudian SP2D juga melalui bank jatim. Tapi karena harus mencairkan
lewat 3 bank yang sudah mengadakan MOU dengan kemendikbud, tentu dana yang
sudah di bank Jatim harus ditransfer ke ketiga bank dan itu juga butuh biaya. Lalu siapa yang
nanggung? Dan bagi guru penerima TPP, tentu akan ada biaya tambahan lagi semisal
biaya ATM dll sebab biasanya kalau ketiga Bank tersebut untuk mempermudah
proses maka setiap guru penerima TPP dibuatkan rekening baru, walau yang bersangkutan
sudah mempunyai rekening di Bank tersebut. Sehingga ada istilah koleksi rekening bank. Sementara
selama ini proses transfer ke penerima TPP yang lewat transfer daerah, rekening
yang dipakai ya rekening yang mereka miliki sebelumnya, walau untuk itu staf
yang di dinas harus meneliti satu persatu atau kroscek satu demi satu. Kan bisa
masalah kalau salah rekening. Jadi kalau ada wacana TPP akan melalui transfer dari kemendikbud langsung ke guru penerima, tentu saya akan sambut dengan baik, biar kita bisa mengerjakan pekerjaan ya.ng lain yang tidak kalah pentingnya. Ada yang gak setuju? saya tunggu komentarnya