Rabu, 12 Juni 2013

SELAMAT JALAN SUAMIKU, H. MUSTOFA NICHRI



            Hari itu, libur isro’mi’roj. Jam 7 saya mau ke RSI Sakinah karena mau jaga anak-anak yang sakit. Ditengah jalan saya liat sedan yang biasa saya pake terparkir rapi di pinggir jalan. Saya pikir suami saya sedang beli roti karena letaknya dekat toko roti. Sampai di RS, anak saya bilang bahwa abinya pulang sejak jam 6 tadi. Langsung saya punya firasat gak enak. Kakak tiri saya saya suruh nyari suami saya, dan saya langsung naik becak menuju mobil yang tadi saya liat terparkir di jalan. Sesampainya di mobil saya lihat kakak tiri saya sedang memecah kaca belakang mobil saya, lkemudian di buka, langsug saya menjerit histeris melihat kondisi suami yang sudah tidak sadarkan diri. Saya bawa beliau ke RSI, dan setelah diobservasi kemudian dinyatakan koma dan dalam keadaan kritis. Karena ICU RSI Sakinah penuh maka saya cari ICU lain, akhirnya kami ke RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo (Walau sebenarnya beliau paling tidak suka di RSUD). Ketika mau di CT Scan ternyata tensi beliau sangat tinggi sampai 270/119, dokter tidak berani membawa keluar ICU. Setelah maghrib tensi beliau cenderung turun. Tapi saya berharap itu pertanda baik. Tapi setelah isya’ ternyata tensinya kemudian drop sampai 107/97. Dokter pun kemudian langsung tanggap dengan memberi obat. Tapi tidak bisa menolong. Karena kemudian jam 21.00 kamis tanggal 6 Juni 2013 suami saya menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan sangat pelan. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Sesungguhnya semuanya berasal dari Nya dan akan kembali KepadaNya.
            Jangan di tanya bagaimana perasaan saya saat itu. Sedih bingung dan tidak percaya, bahwa saya akan ditinggal oleh suami saya yang 24 jam sebelumnya bercengkrama dengan saya. Tapi inilah ketetapan Allah yang harus saya jalankan, apalagi saya diberi amanah 3 anak yang masih kecil-kecil yang harus saya jaga, saya didik dan saya lindungi sebagaimana janji saya pada suami saya.  Kesedihan saya sedikiiiiiit terobati dengan banyaknya saudara, dan handai taulan yang memberikan penghormatan terakhir serta mendoakan suami saya, serta memberikan support baik moril maupun materiil kepada kami yang ditinggalkan beliau.
            Sekarang setelah beliau tidak ada, baru terasa betapa saya banyak bergantung,  karena beliau itu yang menangani hal-hal kecil maupun yang besar di rumah tangga kami. Beliau itu senang beli apapun seperti buah, cotton but, air maupun yang barang rumah tanggal lain seperti kursi , tv bahkan hampir semua barang RT kami beliau yang beli dan kemudian menatanya di rumah. Memang beliau seperti manusia lainnya juga ada salah dan khilaf, tapi saya sudah memaafkan apapun kesalahannya dan mudah-mudahan Allah juga mengampuni segala kesalahannya. Allahummaghfirlahu warkhamhu waafighi wa’fuanhu.
            Beberapa bulan terakhir ini beliau memang melakukan banyak keanehan, misalnya ngotot beli kaplingan untuk ketiga anaknya padahal selama ini beliau paling susah kalau diajak beli tanah, ada juga soal sajadah yang beliau beli saat haji di tahun 2007 yang lalu, selama ini sajadah itu tersimpan rapi di lemari dan baru satu bulan yang lalu di pake untuk sholat di musholla. Ketika saya tanya kok tumben sajadah di pasang di musholla, beliau jawab eman mik, beli mahal, dari mekah lagi, kok gak di pakai. Mudah-mudahan beliau khusnul khotimah, saya yakin itu.
            Selamat jalan suamiku, semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisi ALLAH SWT. Amin.