Hari itu,
libur isro’mi’roj. Jam 7 saya mau ke RSI Sakinah karena mau jaga anak-anak yang
sakit. Ditengah jalan saya liat sedan yang biasa saya pake terparkir rapi di
pinggir jalan. Saya pikir suami saya sedang beli roti karena letaknya dekat
toko roti. Sampai di RS, anak saya bilang bahwa abinya pulang sejak jam 6 tadi.
Langsung saya punya firasat gak enak. Kakak tiri saya saya suruh nyari suami
saya, dan saya langsung naik becak menuju mobil yang tadi saya liat terparkir
di jalan. Sesampainya di mobil saya lihat kakak tiri saya sedang memecah kaca
belakang mobil saya, lkemudian di buka, langsug saya menjerit histeris melihat
kondisi suami yang sudah tidak sadarkan diri. Saya bawa beliau ke RSI, dan
setelah diobservasi kemudian dinyatakan koma dan dalam keadaan kritis. Karena
ICU RSI Sakinah penuh maka saya cari ICU lain, akhirnya kami ke RSUD Dr. Wahidin
Sudiro Husodo (Walau sebenarnya beliau paling tidak suka di RSUD). Ketika mau
di CT Scan ternyata tensi beliau sangat tinggi sampai 270/119, dokter tidak
berani membawa keluar ICU. Setelah maghrib tensi beliau cenderung turun. Tapi
saya berharap itu pertanda baik. Tapi setelah isya’ ternyata tensinya kemudian drop
sampai 107/97. Dokter pun kemudian langsung tanggap dengan memberi obat. Tapi tidak
bisa menolong. Karena kemudian jam 21.00 kamis tanggal 6 Juni 2013 suami saya
menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan sangat pelan. Innalillahi
wainnailaihi rojiun. Sesungguhnya semuanya berasal dari Nya dan akan kembali
KepadaNya.
Jangan di
tanya bagaimana perasaan saya saat itu. Sedih bingung dan tidak percaya, bahwa
saya akan ditinggal oleh suami saya yang 24 jam sebelumnya bercengkrama dengan
saya. Tapi inilah ketetapan Allah yang harus saya jalankan, apalagi saya diberi
amanah 3 anak yang masih kecil-kecil yang harus saya jaga, saya didik dan saya
lindungi sebagaimana janji saya pada suami saya. Kesedihan saya sedikiiiiiit terobati dengan
banyaknya saudara, dan handai taulan yang memberikan penghormatan terakhir
serta mendoakan suami saya, serta memberikan support baik moril maupun materiil
kepada kami yang ditinggalkan beliau.
Sekarang
setelah beliau tidak ada, baru terasa betapa saya banyak bergantung, karena beliau itu yang menangani hal-hal kecil
maupun yang besar di rumah tangga kami. Beliau itu senang beli apapun seperti
buah, cotton but, air maupun yang barang rumah tanggal lain seperti kursi , tv
bahkan hampir semua barang RT kami beliau yang beli dan kemudian menatanya di
rumah. Memang beliau seperti manusia lainnya juga ada salah dan khilaf, tapi
saya sudah memaafkan apapun kesalahannya dan mudah-mudahan Allah juga
mengampuni segala kesalahannya. Allahummaghfirlahu warkhamhu waafighi wa’fuanhu.
Beberapa
bulan terakhir ini beliau memang melakukan banyak keanehan, misalnya ngotot
beli kaplingan untuk ketiga anaknya padahal selama ini beliau paling susah
kalau diajak beli tanah, ada juga soal sajadah yang beliau beli saat haji di
tahun 2007 yang lalu, selama ini sajadah itu tersimpan rapi di lemari dan baru
satu bulan yang lalu di pake untuk sholat di musholla. Ketika saya tanya kok
tumben sajadah di pasang di musholla, beliau jawab eman mik, beli mahal, dari
mekah lagi, kok gak di pakai. Mudah-mudahan beliau khusnul khotimah, saya yakin
itu.
Selamat
jalan suamiku, semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisi ALLAH SWT. Amin.