Sabtu, 25 Januari 2014

GURU MEMANG HARUS LINIER ANTARA IJASAHNYA DENGAN MATA PELAJARAN YANG DIAMPUNYA



            Persoalan guru harus linier antara s1 dengan mapel yang diampunya, tahun kemarin menjadi pembicaraan yang hangat. Hal ini berkaitan dengan mulai efektif dilaksanakannya permenegpan RB No. 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Permenegpan Romor 16 tahun 2009 ini kalau bisa saya katakan pro linier, siapa yang Ijasahnya linier dengan Mapel yang diampu akan diuntungkan, sedang yang tidak linier akan dirugikan. Hal ini kita bisa lihat dari aturan pada pasal 39 bahwa guru golongan II  yang mempunyai ijasah S1 yang sesuai dengan mapel yang diampu bisa langsung naik pangkat ke golongan IIIa, sedang menurut Pasal 40 nya apabila seorang guru yang belum memiliki ijasah S1  yang sesuai dengan mapel yang diampu, maka pangkatnya hanya sampai pada golongan IIId atau pangkat yang dimiliki saat ini.  Kalimat terakhir ini yang kemudian menjadi pedoman bagi BKN untuk mengembalikan berkas kenaikan pangkat guru yang s1 tidak sesuai dengan mapel yang diampunya.  
            Saya tidak sedang mau berpolemik, tentang Pasal 40 tersebut yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.  Tapi saya ambil niai positifnya yaitu guru harus menguasai dengan cara yang benar ilmu yang diajarkan kepada muridnya.
            Bagi saya, pembenahan kualitas harus dimulai dari kesesuaian antara ijasah dengan mata pelajaran yang diampu. Walau sama-sama pendidikan tapi tentu bobot muatan tiap pelajaran akan berbeda sehingga keilmuannya juga akan berbeda. Semisal mahasiswa FKIP bahasa inggris pada tataran cara mengajar mungkin sama dengan mahasiswa FKIP mapel yang lain, tapi pada tataran materi tentu akan beda dengan FKIP Jurusan bahasan Inggris.  Kalau saya boleh menyamakan keadaan tersebut dengan Fakultas kedokteran dimana  Ada FK dan FK Gigi. Seorang dokter ketika melihat ada persoalan di gigi pasien dia akan merujuk pasien tersebut ke dokter gigi kalau dia tangani sendiri, maka dia bisa dikatakan malpraktek. Demikian juga sebaliknya. Mestinya guru juga demikian. Guru harus mengajar sesuai dengan ilmu yang dimiliki, kalau  mengajar tidak sesuai dengan ilmu yang dimiliki, maka menurut saya dia juga malpraktek. Dan menurut saya akibatnya lebih serius. Tidak akan kelihatan sekarang tapi 20 tahun lagi malpraktek-malprakteek itu akan berakibat rendahnya kualitas SDM kita. Dan itu sudah kita rasakan hari ini. Dibanding Negara lain di  lingkungan ASEAN, kualitas SDM kita jauh dibawah thailand, singapure ataupun malaysia, apalagi dibanding dengan negara asia seperti korea, cina dan jepang, bagai langit dan bumi, gambaran untuk menunjukkan betapa jauhnya kualitas SDM kita. dan ini sudah diingatkan oleh nabi  dengan sebuah  hadist "إذا وصب الأمر لغير أهله فانتظر الساعة yaitu segala sesuatu yang tidak di tangani oleh ahlinya, maka tunggu saja saat kehancurannya
Hasil Uji kompetensi Guru kemarin, baik uji kompetensi Awal, Uji Kompetnsi guru Sertifikasi maupun Uji kompetensi guru non sertifikasi juga sangat memalukan. Tapi kita menafikan hasil itu semua, seakan itu gak benar , kalau guruya mutunya rendah bagaimana kualitas anak didiknya? pasti lebih rendah.  Jadi Tidak ada kata lain guru ya harus linier s1 dan mapel yang diampunya ngak linier ya harus sekolah lagi, biaya siapa? Ya biaya pribadi.  guru semua punya tunjangan, yang sertifikasi ada tunjangan profesi, yang belum bersertifikasi ada tunjangan fungsional, sebagian tunjangan dipakai untuk biaya kuliah, saya yakin masih sisa. 
Beberapa orang ada yang ngomong kualitas guru jelek tapi pada saat yang bersamaan memandang sinis bahkan menganggap lucu dan gak masuk akal ketika seeorang guru SD yang mempunyai latar belakang S1 Bahasa Inggris belajar lagi di PGSD atau guru TK dengan S1 Bimbingan dan Konseling belajar lagi di PK Paud. kalau saya orang seperti inilah yang lucu sebab belajar lagi seperti  inilah yang harus dilakukan oleh guru guru yang gak linier tadi, supaya para guru paham bener materi yang diajarkan kepada muridnya