Kamis, 06 Februari 2014

RENCANA ALLAH MEMANG INDAH




Saat saya kecil, saya pingin jadi guru, melihat guru mengajar rasanya membanggakan. Tapi lulus madrasah ibtidaiyah, cita-cita saya sudah ganti yaitu menjadi perawat. Selesai lulus SMP, saya diantar Bapak tiri saya mendaftar di sekolah perawat kesehatan, tapi karena kurang umur, saya ditolak di meja pertama, hari itu saya kecewa sekali, bayangan jadi perawat pupus sudah. Akhirnya saya pun belajar di SMA, tetapi keinginan saya untuk menjadi tenaga kesehatan tidaklah surut. Saya mengambil A1 (istilah penyebutan jurusan fisika pada saat itu/ketahuan kalau sudah tua) padahal hasil tes IQ itu saya di sarankan masuk ke A3 (jurusan IPS).  Saat lulus dari SMA, saya mendaftar ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) dengan kategori IPC, yaitu pilihan IPA dan IPS. Hari itu saya memilih Fakultas kedokteran sebagai pilihan pertama, fakultas kedokteran hewan sebagai pilihan kedua dan fakultas hukum sebagai pilihan ketiga. Bahkan saya juga nekat mendaftar di fakultas swasta. Saya tidak mempertimbangkan mahalnya biaya kuliah di fakultas kedokteran swasta padahal negeri saja sudah mahal apalagi swasta tentu berkali-kali lipat biayanya. Dan saat hasil UMPTN diumumkan, ternyata saya di terima di fakultas hukum brawijaya malang. Ternyata saya sangat menikmati kuliah di Fakultas hukum. Semuanya terasa menyenangkan, ada banyak beasiswa, sehingga kami yang berasal dari keluarga kurang mampu bisa terbantu. Saya juga dapat pengalaman dan teman-teman yang berharga yang banyak memberi dorongan agar saya bisa maju. Saya banyak diberi kepercayaan oleh temen-temen ,saat itu tempat wanita dipengurus harian  Cuma bendahara saja, tetapi saya menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan sebagai sekretaris bidang. Saya di dorong oleh teman-temans saya yang kebetulan kebanyakan laki-laki untuk tidak mengurusi konsumsi. Saya didorong teman-teman untuk diskusi, banyak yang meminjami  saya buku mulai filsafat sampai buku tafsir dan setelahnya diajak diskusi. pada tanggal 28  oktober 1995 saya diwisuda setelah pada 4-5 bulan sebelumnya saya dinyatakan lulus dengan predikat  cum laude. Hari itu saya bersyukur banget, karena saya bisa lulus  (saya pingin lulus cumlaude supaya orang tua saya saat wisuda bisa duduk di depan). Coba kalau saya ngotot belajar di kedokteran, belum tentu bisa sampai lulus, sebab orang tua tak sanggup membiayai. Sebab teman saya yang juga kuliah di fakultas kedokteran itu baru lulus setelah saya sudah menjabat sebagai kasubbag risalah di Sekretariat DPRD.
            Setelah lulus dari FH unibraw, saya pun banyak keinginan, tetapi satu yang pasti, saya pingin kerja. Saya melamar di kemenkeu tapi sampai tahap 3, saya juga melamar jadi hakim tetapi gagal karena tinggi badan saya cuma 153 cm, saya juga mendaftar untk ujian pengacara (akhirnya tidak saya ikuti karena berbarengan dengan tes wawancara di kantor pembantu gubernur surabaya, sekarang bakorwil). Saya malah agak ogah-ogahan untuk ikut test CPNS di pemda karena saya sudah sering mendengar kalau di pemda harus menyediakan uang puluhan juta tapi ibu saya ngotot agar saya mendaftarkan ke cpns pemda, kata beliau siapa tahu keberuntungan berpihak kepadamu. dan ternyata saya malah  lulus test di pemerintah daerah. dan karena seleksinya tidak sepanjang di departemen (sekarang kementrian ) keuangan saya putuskan untuk menjadi cpns di pemda. Hari itu kata pak de saya, saya mendapat emas ratusan kilo sehingga saya harus sujud syukur. dan ternyata dugaan saya salah, karena ada juga pns yang tidak punya uang seperti saya bisa keterima. sampai saya menerima SK CPNS, saya dan orang tua saya hanya mengeluarkan uang tak lebih dari 65 ribu rupiah, itupun untuk fotocopy dan biaya ke Surabaya untuk wawancara.  melamar pns di pemda itu adalah permintaan ibu saya, sementara saya pingin buka kantor pengacara atau bekerja di instansi vertikal. saya tidak mempunyai bayangan sama sekali bahwa saya akan menjadi pegawai pemda. Tapi Sekarang saya syukuri, diusia saya yang masih 41 tahun saya sudah menjadi kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), saya jadi perempuan termuda yang memimpin SKPD. sementara kalau dibandingkan semua kepala SKPD saya termasuk termuda nomor 4.  ternyata rencana Allah itu lebih indah, coba kalau saya hanya mengejar cita-cita saya dan berhenti saat tidak tercapai, tidak mau dengan saran ibu, tentu tidak akan jadi seperti ini, jadi kita tidak boleh putus asa dan terus berusaha, karena tidak mesti jalan itu  lurus, tapi ada belok bahkan ada jalan buntu. Selama kita semangat pantang menyerah dan kemudian melihat peluang lain di depan kita, jalan lain akan terbentang. dan yang paling penting adalah apa yang kita inginkan belum tentu itu yang terbaik buat kita, anda setuju?