Saat saya kecil, saya pingin jadi
guru, melihat guru mengajar rasanya membanggakan. Tapi lulus madrasah
ibtidaiyah, cita-cita saya sudah ganti yaitu menjadi perawat. Selesai lulus
SMP, saya diantar Bapak tiri saya mendaftar di sekolah perawat kesehatan, tapi
karena kurang umur, saya ditolak di meja pertama, hari itu saya kecewa sekali,
bayangan jadi perawat pupus sudah. Akhirnya saya pun belajar di SMA, tetapi
keinginan saya untuk menjadi tenaga kesehatan tidaklah surut. Saya mengambil A1
(istilah penyebutan jurusan fisika pada saat itu/ketahuan kalau sudah tua)
padahal hasil tes IQ itu saya di sarankan masuk ke A3 (jurusan IPS). Saat lulus dari SMA, saya mendaftar ujian
masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) dengan kategori IPC, yaitu pilihan IPA
dan IPS. Hari itu saya memilih Fakultas kedokteran sebagai pilihan pertama,
fakultas kedokteran hewan sebagai pilihan kedua dan fakultas hukum sebagai
pilihan ketiga. Bahkan saya juga nekat mendaftar di fakultas swasta. Saya tidak
mempertimbangkan mahalnya biaya kuliah di fakultas kedokteran swasta padahal
negeri saja sudah mahal apalagi swasta tentu berkali-kali lipat biayanya. Dan saat
hasil UMPTN diumumkan, ternyata saya di terima di fakultas hukum brawijaya
malang. Ternyata saya sangat menikmati kuliah di Fakultas hukum. Semuanya
terasa menyenangkan, ada banyak beasiswa, sehingga kami yang berasal dari
keluarga kurang mampu bisa terbantu. Saya juga dapat pengalaman dan teman-teman
yang berharga yang banyak memberi dorongan agar saya bisa maju. Saya banyak
diberi kepercayaan oleh temen-temen ,saat itu tempat wanita dipengurus harian Cuma bendahara saja, tetapi saya menjadi
perempuan pertama yang menduduki jabatan sebagai sekretaris bidang. Saya di
dorong oleh teman-temans saya yang kebetulan kebanyakan laki-laki untuk tidak
mengurusi konsumsi. Saya didorong teman-teman untuk diskusi, banyak yang meminjami
saya buku mulai filsafat sampai buku tafsir dan setelahnya diajak diskusi. pada tanggal 28
oktober 1995 saya diwisuda setelah pada 4-5 bulan sebelumnya saya dinyatakan
lulus dengan predikat cum laude. Hari itu
saya bersyukur banget, karena saya bisa lulus (saya pingin lulus cumlaude supaya orang tua
saya saat wisuda bisa duduk di depan). Coba kalau saya ngotot belajar di
kedokteran, belum tentu bisa sampai lulus, sebab orang tua tak sanggup
membiayai. Sebab teman saya yang juga kuliah di fakultas kedokteran itu baru
lulus setelah saya sudah menjabat sebagai kasubbag risalah di Sekretariat DPRD.
Setelah
lulus dari FH unibraw, saya pun banyak keinginan, tetapi satu yang pasti, saya pingin
kerja. Saya melamar di kemenkeu tapi sampai tahap 3, saya juga melamar jadi
hakim tetapi gagal karena tinggi badan saya cuma 153 cm, saya juga mendaftar untk ujian pengacara (akhirnya tidak
saya ikuti karena berbarengan dengan tes wawancara di kantor pembantu gubernur surabaya, sekarang bakorwil). Saya malah agak ogah-ogahan untuk ikut test CPNS di pemda karena saya sudah sering mendengar kalau di pemda harus menyediakan uang puluhan juta tapi ibu saya ngotot agar saya mendaftarkan ke cpns pemda, kata beliau siapa tahu keberuntungan berpihak kepadamu. dan ternyata saya malah lulus test di pemerintah daerah. dan karena seleksinya tidak sepanjang di departemen (sekarang kementrian ) keuangan saya putuskan untuk menjadi cpns di pemda. Hari itu kata
pak de saya, saya mendapat emas ratusan kilo sehingga saya harus sujud syukur. dan ternyata dugaan saya salah, karena ada juga pns yang tidak punya uang seperti saya bisa keterima. sampai saya menerima SK CPNS, saya dan orang
tua saya hanya mengeluarkan uang tak lebih dari 65 ribu rupiah, itupun untuk
fotocopy dan biaya ke Surabaya untuk wawancara. melamar pns di pemda itu adalah permintaan ibu saya, sementara saya pingin buka kantor pengacara atau bekerja di instansi vertikal. saya tidak mempunyai bayangan sama sekali bahwa saya akan menjadi pegawai pemda. Tapi Sekarang saya syukuri, diusia
saya yang masih 41 tahun saya sudah menjadi kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), saya jadi perempuan termuda yang memimpin SKPD. sementara kalau dibandingkan semua kepala SKPD saya termasuk termuda nomor 4.
ternyata rencana Allah itu lebih indah, coba kalau saya hanya mengejar
cita-cita saya dan berhenti saat tidak tercapai, tidak mau dengan saran ibu, tentu tidak akan jadi seperti
ini, jadi kita tidak boleh putus asa dan terus berusaha, karena tidak mesti
jalan itu lurus, tapi ada belok bahkan
ada jalan buntu. Selama kita semangat pantang menyerah dan kemudian melihat peluang lain di depan kita, jalan lain akan terbentang. dan yang paling penting adalah apa yang kita inginkan belum tentu itu yang terbaik buat kita, anda setuju?