Selasa, 06 Mei 2014

hari kartini, ambil makna jangan hanya kulit



Kartini, seorang wanita   jawa  yang curhat dan baktinya membuka mata banyak orang bahwa ada ketidak adilan disekitarnya. Ketidak adilan yang sebenarnya dibuat oleh manusia sendiri, sebab Allah sejatinya tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan, baik ibadah maupun yang lainnya. Sekarang memang sudah banyak wanita yang bisa mendapatkan persamaan hak sehingga dapat kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki, seperti menjadi pejabat publik maupun pimpinan perusahaan swasta, tapi jangan kita lupakan masih banyak juga perempuan yang masih terbelenggu oleh pemikiran yang salah, yang herannya kaum perempuan sendiri yang membantu melestarikannya. Di kampung saya ada keluarga yang sederhana tapi anaknya pinter-pinter, tetapi si anak perempuan yang paling pinter diantara 2 saudaranya harus merelakan kesempatan melanjutkan kuliah karena mendahulukan adiknya yang laki-laki yang sebenarnya tidak cukup pinter, alasannya masih klasik, perempuan toh nanti jadi ibu rumah tangga sementara laki-laki nanti harus cari. Dan saya yakin cerita seperti itu tidak hanya di kampung saya tapi masih terjadi di banyak tempat.
Menurut saya yang harus di ubah adalah pola berfikir  kaum perempuan itu sendiri. Ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa pola pikir kita belum berubah, coba lihat sekarang ini, ketika memperingati hari kartini, semua pada pake kebaya, itu berarti kita ini hanya meniru RA Kartini hanya lahiriyahnya saja, sebab dari foto yang kita punya ibu Kartini pake kebaya. Mestinya dalam memperingati hari kartini semangat kartini untuk persamaan dan keadilan itu yang harus kita perlihatkan.
Sekarang kita lihat perempuan sudah berperan di segala lini kehidupan. Tapi menurut saya ada yang karena keadaan seperti jadi tukang becak, sopir dan lain-lain yang bertumpu pada kekuatan fisik, hampir semuanya mereka yang berprofesi itu karena tuntutan keadaan untuk bisa mencukupi tapi ada yang bekerja karena keinginan apakah keinginan untuk aktualisasi diri atau yang lain. Peran ganda ini tentu harus memerlukan pengorbanan baik diri sendiri maupun orang dekatnya termasuk suami. Tetapi keadaan yang sudah ekstra inipun, untuk sebagian besar perempuan yang berprofesi sebagai pns, ada tambahan beban lain yaitu sebagai anggota dharma wanita. Mestinya anggota dhrama wanita itu adalah isteri pns, sehingga pns perempuan yang tidak mempunyai suami pns mestinya tidak diikutkan dalam organisasi dharma wanita kecali kalau mereka dengan senang hati mendaftarkan diri sebagai anggota. Tapi nyatanya tidak, mau punya suami pns atau tidak,  pns perempuan harus mbayar iuran dan ikut kegiatan dharma wanita. Mudah-mudahan hanya ada ditempat saya saja hal seperti ini.  saya memang menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan dharma wanita walaupun tetap harus bayar, dan ketika disemoni atau yang lain saya tidak peduli. Dan yang melakukan itu ya lagi-lagi perempuan. Inilah tantangannya perempuan kerja tidak saja harusmembagi waktu antara urusan rumah tangga dengan pekerjaan, tetapi banyak juga yang ketika di lingkungan pekerjaan pun harus juga dapat ekstra pekerjaan hanya karena mereka perempuan.
Inilah yang menjadi pr kita perempuan, agar bisa mengambil makna bukan kulitnya dari suatu peristiwa, termasuk hari kelahiran RA Kartini.
( note : tulisan ini awalnya memang saya tulis pas hari kartini, tetapi karena sibuk akhirnya  baru sekarang saya upload)