Selasa, 20 September 2011

Mau bencana kekeringan?


Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan tali jadi tanaman

Itu adalah sebait lagu yang sering kita nyanyikan dahulu saat kita ikut kegiatan di pramuka. Dulu memang tanah kita sangat subur, bahkan sekarang pun kita juga masih subur. Tapi ironisnya, sekarang tanah yang subur itu tak lagi bisa ditanami lantaran kekurangan air, alias kekeringan.coba kita liat berita dilayar tivi, Hampir disemua stasiun televisi menayangkan bagaimana rakyat kecil harus berjalan jauh dan bersusah payah mencari air, bahkan begitu sulitnya mencari sumber air bersih, sampai kubangan air yang biasanya untuk memandikan ternak dan warna airnya pun sudah tidak jernih lagi, dijadikan sumber air untuk keperluan sehari-hari. Ada yang harus mengendapkan air itu sampai 3 malam untuk dapat air yang jernih belum air yang bersih. Itu adalah keadaan sekarang, dimana keadaan ini masih dianggap wajar walau di beberapa daerah sudah mulai hujan seperti halnya di jakarta tapi dibeberapa daerah terkena musim kemarau yang sedikit lebih panjang karena diperkirakan hujan akan turun bulan oktober nanti,1 bulan lebih lama dibandingkan dengan semestinya.

Di running text stasiun televisi swasta, menyebutkan ada data yang menyatakan bahwa pada tahun 2025 nanti hampir 78 % kabupaten/kota di jawa akan mengalami kekeringan. Berita ini kalau menurut saya lebih penting dibahas ketimbang berita tentang sepak terjang nazaruddin yang selalu bikin sensasi. Kalau berita mengenaskan seperti yang saya tulis di paragraf pertama tadi karena kemarau yang sedikit lebih panjang, La bagaimana kalau kekeringannya itu hampir sebagian besar pulau jawa ? pasti lebih lebih mengenaskan lagi. Hal itu karena Air adalah kebutuhan utama bagi manusia, tidak hanya untuk minum, tapi juga mandi, cuci, dan lain-lain Hanya karena pintu air kalimalang yang menjadi sumber PDAM di Jakarta jebol, sebagian warga DKI kelimpungan mencari air bersih. Itu karena pintu air jebol, dan bisa diperbaiki, kalau sungainya yang kering?

Saya sering resah memikirkan bagaimana nanti anak cucu saya ketika mengalami kekeringan (makanya saya sudah pernah nulis hal serupa). Ketika keresahan itu saya sampaikan ke suami, ternyata jawabannya sangat diplomatis, setiap generasi diberi keistimewaan untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi kalau saya tetap berpendapat bahwa sebagai manusia yang diberi Allah SWT akal dan sayang sama anak cucunya, kita bisa berikhtiar agar jangan sampai anak cucu kita mengalami kesengsaraan yang bisa diprediksi seperti bencana kekeringan. Kalau kita hitung, masih ada sisa waktu 14 tahun untuk sampai 2025. Menurut saya ini waktu yang cukup untuk mencegah agar ramalan 2025 itu tidak menjadi nyata, tapi ada 1 syarat kita benar-benar perhatian terhadap program go green. Tidak hanya sekedar upacara pencanangan go green, tapi kita harus mengawal program go green, misalnya kalau sekarang ada moratorium pemekaran daerah, moratorium pegawai maka mulai sekarang mestinya ada moratorium penebangan hutan alias tidak ada lagi yang namanya penebangan hutan atas alasan apapun dan nnnn, tidak lagi merubah peruntukan tanah pertanian untuk kepentingan yang lain.

Satu pekerjaan kita laksanakan, akan mempunyai efek domino yang luar biasa. Semisal kita pergunakan areal persawahan untuk perumahan, maka ketika areal persawahan berkurang sementara kita tetap butuh makan, sehingga perlu pembukaan hutan untuk keperluan pertanian ataupun perkebunan. Coba liat sepanjang jalan dari pacet Mojokerto ke batu, hutan sudah banyak yang berubah fungsi jadi lahan pertanian, indah memang kalau kita liat saat kita jalan ke sana, di kanan kiri jalan terlihat hijau karena ada tanaman kol, sawi dan sayuran lainnya. Tapi yang dapat kurasakan saat itu juga adalah bahwa udara disana tidak lagi sedingin dulu, kalau hujan kita harus hati-hati karena rawan longsor

Demikian juga kalau kita nanam pohon, juga ada efek dominonya, disamping membuat kita tidak kepanasan juga yang paling penting dapat menyerap air. Ada seorang teman yang berasal dari daerah gunung kidul mengatakan daerahnya sekarang sudah tidak mengalami kekeringan lagi sehingga tidak harus mencari air ke hutan lagi. Karena gunung yang dulu gersang kini setelah ditangani oleh UGM menjadi hijau lagi, dan otomatis air pun mudah digunakan. Saya memang belum pernah liat apa yang dikatakan teman saya ini, tapi saya percaya dia benar adanya. Mulai sekarang kita harus memperbanyak penanaman pohon terutama yang akarnya kuat. Saya pernah tanam pohon dari bibit yang masih kecil, dan ternyata tidak sampai 8 tahun pohon tersebut sudah besar dan bonusnya ada buah yang bisa kita petik. Kalau sekarang kita membuat gerakan menanam pohon dimana mana dan kita pelihara pohon itu (sebab seringkali ada kegiatan tanam pohon tapi hanya ceremonial saja) setelahnya sang pohon merana karena gak ada yang pelihara), maka 14 tahun lagi bencana kekeringan itu tidak akan menghampiri kita. Jadi sekarang pilihannya ada di kita sendiri, mau dapat bencana atau selamat!