Selasa, 05 Juli 2011

BIROKRAT OH BIROKRAT

Birokrasi itu "binatang" yang paling anneh di dunia, kalau diingatkan dia ganti mengingatkan (dengan menunjuk pasal-pasal dalam peraturan yang luar biasa banyaknya). Kalau ditegur dia mengadu ke bekingnya. Seorang birokrat biasanya punya beking. Kalau bukan atasannya yang gampang dijilat, tentulah politisi. Atau bahkan kedua-duanya. Kalau dikerasi, dia mogok secara diam-diam dengan cara menghambat program agar tidak berjalan lancar. Kalau dihalusi dia malas, kalau dipecat, di menggugat. Dan aklau diberi persoalan dia menghindar

Paragraf diatas bukanlah kata-kata dari saya tapi saya menyalin sepenggal paragraf dari tulisan pak Dahlan iskan yang berjudul Bupati Baru di kolam keruh yang dimuat di koran Harian Jawa Pos pada tanggal 19 Juni 2011. Ini bukan kali pertama Pak Dahlan Iskan menyentil birokrasi. Seingat saya dalam tahun ini 2 kali pak dahlan Iskan (dirut PLN) menyentil persoalan birokrasi khususnya birokrat di lingkup pemda, pertama saat beliau menulis sebuah pantai indah di Jawa Barat yang akan menjadi seadanya kalau yang bangun dan mengelolanya adalah pemda padahal sangat potensial karena mirip dengan sebuah pantai di luar negeri. Dan yang terbaru ya tulisan beliau tgl 19 Juni 2011 itu yang beliau tulis menyambut pelantikan bupati Tuban yang baru. Tulisan itu bagi sebagaian orang terasa pedas bahkan nyelekit. Tapi herannya saya, saya tidak menemukan orang yang komplen dengan tulisan tersebut (paling-paling hanya ngerundel). Inilah hebatnya Pak Dahlan (atau juga presenter/wartawan favorit saya, Andy F noya) yang menyentil orang tanpa orang tersebut merasa tersinggung bahkan ybs membenarkan. Terkait dengan ruwetnya birokrrasi, Di zaman yang muna ini banyak orang yang merasakan hal seperti yang dirasakan oleh pak Dahlan tapi, orang akan berfikir beberapa kali untuk menulis dengan bahasa yang sangat lugas seperti yang beliau tulis. Tapi karena beliau adalah orang yang tidak takut dengan banyak hal (kebanyakan orang takut menulis apa adanya karena takut kehilangan jalan rezeki) maka beliau dengan bahasa yang santai menuliskan hal-hal yang sepertinya tabu untuk ditulis menjadi tulisan yang cukup menarik (kayak kata pengantar program silet aja), secara beliau walaupun Dirut PLN tapi beliau adalah wartawan senior dan yang memiliki banyak perusahaan

Diskripsi tentang birokrasi sebagaimana yang ditulis oleh Pak Dahlan terasa begitu menyeramkan seperti hantu yang menyeramkan. Tapi siapa yang bisa sangkal kenyataan ini, karena seperti inilah wajah birokrasi kita. Saya juga gak tau apakah birokrasi di daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah yang cukup menonjol seperti Surabaya, solo dan kota yang lainnya (seperti yang disebut Pak Dahlan) tidak seruwet di daerah lain? Kalau jawabannya iya, berarti gampang saja tinggal cari Kepala Daerah yang cerdik, pintar dan yang gak takut gak jadi kepala daerah. Sebab ketika masyarakat masih terjerat dengan budaya paternalistik, maka sosok pemimpin menjadi sangat penting. masalahnya kalau kriteria yang dipake yang cerdik dll itu , ya susah. Sebab banyak sekali orang yang berjuang mati-matian agar menjadi kepala daerah atau tetap bertahta sebagai kepala daerah. Kalaulah mencari kepala daerah yang pengusaha belum tentu ybs cerdik dan pintar. Nyatanya banyak kepala daerah yang berasal dari pengusaha kinerjanya sama dengan yang lain. Dan tdk mesti juga kepala daerah yang berasal dari birokrat gak bisa berhasil, nyatanya bu Risma (Walikota Surabaya) oleh pak Dahlan dikategorikan sebagai Kepala daerah yang menonjol kepemimpinannya.

Disamping karena budaya paternalistik yang kental, peran kepala daerah juga sangat menonjol terhadap hitam putihnya birokrat. Sebab kepala daerah itu adalah pejabat pembina kepegawaian. Sebesar apapun seorang pejabat menjilat atasannya, kalau atasannya tidak memberi tempat istimewa, karena promosi jabatan misalnya menggunakan kriteria yang obyektif seperti fit n propertest tentu penjilat akan bisa ditekan bahkan mungkin bisa lenyap. Tapi kalau kepala daerahnya menyerahkan suatu jabatan krn dia selalu nempel dan ngatok maka dapat dipastikan pengatokan dan penjilat akan subur berkembang. Siapa coba yang gak ingin jadi kepala dinas, kepala kantor bahkan kalau bisa sekretaris daerah.

Tentu kita tidak bisa hanya dengan menyandarkan kepada kepala daerah, sebab seperti kata orang bijak perubahan yang paling baik adalah kalau yang mau berubah adalah dirinya sendiri, dalam hal ini adalah birokrat itu sendiri. Tapi mungkinkah? Segala yang ada didunia itu serba mungkin, dan tidak ada yang tidak bisa berubah selain perubahan itu sendiri. Tapi kapan? Ini yang menjadi pr kita bersama untuk menjadikan birokrat yang profesional dan bermartabat