Bagi pegawai seperti saya, mutasi
adalah sebuah keniscayaan, bahkan untuk seorang PNS, janji untuk bersedia
ditempatkan dimana saja sudah diikrarkan saat mau jadi PNS dengan
menandatangani selembar kertas pernyataan. Sebenarnya saya termasuk kategori
PNS yang tidak sering kena mutasi. Dari 21 masa kerja, saya baru 6x pindah,
paling singkat saya bertugas di bagian hukum setda sedang paling lama saya
bertugas di Sekretariat dewan yang sampai sepuluh tahun. Untuk mutasi kali ini, saya sudah dengar
sejak 5 bulan sebelumnya termasuk siapa yang akan menggantikan saya siapa, saya
juga sudah tahu. Bahkan saya sebenarnya sudah memprediksi jauh hari ketika
pilkada digelar dan siapa yang akan jadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. walau saya sudah tau akan dimutasi saya tetap semangat bekerja. Berbagai kegiatan
yang terkait dengan tugas dan fungsi saya seperti menasistensi teman-teman unit
kerja untuk membuat proposal inovasi pelayanan publik yang akan diikutkan dalam
kompetisi inovasi pelayanan publik di kementerian PAN dan Rb, menyusun Anjab
ABK beberapa jabatan fungsional untuk kebutuhan pengadaan CPNS dan P3K,
termasuk menyelesaikan redistribusi honorer saya kerjakan dengan semangat 45.
Ada seorang teman eselon 2b yang
mengatakan kepada saya kenapa semangat kerja toh nanti yang nerima penghargaan
bukan saya, tapi Bagi saya selama belum dipindah maka saya tidak boleh kendor
bekerja, bukankah memberi warisan yang baik itu juga bagian dari tujuan yang
baik? Maka ketika salah satu proposal
yang kita ikutkan dalam kompetisi inovasi pelayanan publik (KIPP) masuk top 99,
capaian yang prestisius karena kita harus mengalahkan 3000 lebih proposal
inovasi pelayanan publik, saya terharu sampai saya tidak tahan untuk tidak
menangis, karena masuk top 99 ini impian saya walau saat pemberian penghargaan
nanti saya tidak bisa menghadiri lagi.
Ketika kabar mutasi ini mulai
saya dengar saya sudah mencoba menyiapkan diri terutama mental saya. Karena jujur yang saya takuti
adalah post power syndrom. Karena jabatan saya, selama ini saya mendapat
kendaraan dinas roda 4 dengan sopir dan segala perlengkapannya, saya pun
mempunyai ruang kerja di ruang sendiri yang bisa saya pasang barang pribadi
saya seperti foto keluarga saya, saya pun mengelola anggaran yang bisa saya
gunakan untuk mencapai target kinerja saya. Saya pun karena jabatan tersebut
sering mendapat kan keistimewaan untuk duduk di depan di acara2 seremonial yang
diadakan pemda. Pendek kata dengan jabatan itu saya dapat fasilitas
terhormatlah. Sementara jabatan baru
ini, saya tidak akan dapat lagi fasilitas seperti itu lagi. Maka sejak mendengar
selentingan bahwa saya mau dimutasi itu saya berusaha untuk tidak lagi
mengikuti kegiatan kegiatan seremonial, saya juga sudah membiasakan untuk jadi
staf biasa. Dan ketika surat undangan menghadiri pengambilan sumpah janji, maka
saya sudah melepaskan yang bukan punya saya, dari mobil, sopir, laktop dll dan
tentu mengambil semua barang pribadi saya.
Ternyata menghilangkan post power syndrome itu sulit juga walau kita
sudah mempersiapkan diri. Saat mutasi terjadi, beberapa saat saya mental saya
down juga, tapi dukungan keluarga, teman2
kabag organisasi baik yang dikalimantan, sumatera jawa termasuk jatim bahkan teman teman yang
ada di kementerian baik itu kemenpan Rb maupun Kemendagri yang selama ini sudah
berhubungan baik juga langsung telp maupun chat saya memberi
dukungan dan semangat, sehingga memberikan
energi baru bagi saya. Saya harus
melihat ke bawah bahwa yang saya alami masih jauh lebih ringan karena saudara
sepupu suami malah dari kepala dinas menjadi staf padahal beliau juga tidak mendapat hukuman
disiplin, bahkan sepupu saya juga nyaris non job kalau tidak ada tangan-tangan
ajaib. Saya tidak hendak mencari alasan atau sebab kenapa saya dimutasi ke kelas jabatan yang lebih rendah walo saya berkinerja dan tidak melanggar disiplin. biarlah itu menjadi urusan penggambil keputusan. Toh Saya pun sekarang sudah mulai
menikmati pekerjaan baru saya, belajar hal baru, dapat kawan baru. Walau sekarang saya turun kelas jabatan yang
berarti penghasilan juga berkurang, tapi saya yakin dan percaya, kalo rezeki
kita barokah yang sedikitpun jadinya cukup. Jadi turun kelas jabatan itu bukan
kiamat.