Selasa, 30 Juli 2019

UMROH BUKAN PENGGANTI HAJI


Judul ini saya meniru dari status seorang guru, yang mungkin mempunyai pemikiran yang sama dengan saya, yang mempunyai kegelisahan yang sama dengan saya. Sebenranya saya sudah lama pingin nulis tentang hal ini. Tetapi baru terinspirasi untuk menulis hari ini.
Kegelisahan saya dimulai karena melihat berbondong-bondongnya orang untuk umroh dari pada antri berangkat haji dengan alasan naik haji antrinya panjang toh sama-sama bisa melihat ka’bah. Mereka bahkan sampai menjual tanah atau barang yang mereka punyai demi bisa melaksanakan umroh. Kalo dulu biasa ada haji wahyu, haji karena sawahnya payu alias laku. Saya pikir its okey... untuk melaksanakan kewajiban memang harus di dahulukan. Ini mungkin imbas dari keberhasilan iklan umroh baik iklan secara nyata maupun agen umroh yang biasanya merupakan orang-orang yang sesungguhnya ilmu agamanya juga sudah mumpuni.  Ini yang mestinya harus diluruskan. Dari Segi hukum sudah beda, haji merupakan rukun islam dan merupakan kewajiban  kalau ngak dikerjakan berdosa walau ada syaratnya mampu, sedangkan umroh itu hanya sunnah, dikerjakan dapat pahala ngak dikerjakan ya gak papa. Jadi kalau ada orang yang sudah berumroh tetapi belum haji atau belum punya porsi haji, maka menurut saya dia wajib haji (dengan kata wajib harus di beri huruh besar dan miring), karena keberangkatan umrohnya menandakan kalau dia adalah orang yang mampu baik secara materi maupun fisiknya, sehingga bila tidak haji setelah berumroh maka ia menanggung dosa.  Ini menjadi tugas kita semua untuk Mendudukkan sesuatu pada tempatnya, memberikan pemahaman bahwa mendahulukan yang wajib baru setelahnya sunnah. Saat ini berangkat haji memang harus antri bertahun-tahun untuk berangkat. Tetapi kalau menurut saya yang penting kita sudah niat dan berikhtiar dengan membayar bpih biaya penyelenggaraan ibadah haji. Soal berangkat kapan, kita tunggu sampai tahun berapa kita jadwalnya berangkat dan tentu semua kita serahkan sama Yang Kuasa. Dengan membayar bpih, maka kita sudah gugur kewajiban.  Dan kalau rindu ka’bah kita bisa umroh kalau ada rezeki.


Kewajiban berhaji tentu tidak sekedar dapat melihat ka’bah atau dapat sholat di haromain, tetapi kita akan menjalankan sebuah syariat yang penuh perjuangan, di dalamnya ada sunnah, wajib syarat rukunnya. Banyak ritual yang hanya ada di haji seperti ritual arofah minna.
Sebenarnya kalau dihitung hitung biaya haji itu lebih murah dari umroh, untuk umroh yang reguler 9 hari itu biaya rata-rata berkisar antara 22-30 juta padahal 9 hari itu sudah kepotong 2 hari perjalanan pulang pergi jadi praktis tinggal 7 hari, 3 hari di madinah, 4 hari di mekah.  Padahal biaya haji cuman 37 juta itupun untuk 40 hari plus livingcost sebanyak 1500 real atau setara Rp. 6.000.000,-  apalagi katanya yang dulu zaman saya haji dapat makan itu hanya saat di madinah dan di arofah mina, sekarang di mekah pun kita dapat makan. Itu secara materi. Secara rohani, saat ibadah haji dengan waktu 40 hari kita akan dapat keuntungan yang luar biasa, karena kita bisa sholat arbain, kita dapat melakukan sholat tanpa judul apapun, kita bisa thowaf sepuasnya, dan kita bisa iktikaf di masjidil haram dan masjid nabawi sepuasnya (ini yang ngak akan kita dapatkan saat umroh reguler karena waktunya terbatas, dan siang hari kita habiskan buat ziarah) dan kita pun bisa umroh berkali-kali. Dan semua itu tentu nikmat yang sangat berarti.