Kamis, 05 Desember 2013

GAJI GURU SWASTA KENAPA KECIL?

Profesi guru semenjak ada program sertifikasi guru adalah profesi yang menjanjikan. bagaimana tidak mengiurkan? belum sertifikasi mereka dapat tunjangan fungsional yang besarnya Rp. 300.000,- setiap bulan dan diterimakan setiap tiga bulan sekali. itu, mereka juga mendapat Rp. 350.000,- tiap bulannya dari APBD Kota, apalagi kalau sudah sertifikasi, mereka dapat Rp. 1.500.000,- dari dana APBN bahkan kalau mereka sudah inpasing mareka dipastikan dapat TPP yang sama dengan gaji pegawai negeri bahkan data saya ada yang menerima TPP lebih dari 4 juta. ini untuk guru swasta. Sedang untuk guru negeri pasti lebih banyak lagi penghasilannya karena gajinya akan naik begitu dia dapat kenaikan gaji berkala atau pun naik pangkat.
Tapi yang mau saya liat disini adalah gaji guru swasta yang di bayarkan oleh yayasannya. Kenapa saya tergelitik untuk menulis soal ini. Karena saya sering kali menerima curhatan dari kepala sekolah atau bahkan guru yang bersangkutan. biasanya mereka bilangnya gini : bu, ini lo kasian guru AA gajinya cuma Rp. 250.000,- tolong bu dimasukkan  namanya agar mendapat transport GTT/PTT. kadang saya juga heran, lo mereka angkat guru gak bilang apalagi ijin sama Dinas giliran gaji mereka gak sanggup memberi yang layak. Mestinya harus ada formula berapa persen iuran dari siswa itu diperiuntukkan untuk gaji guru. Iuran dari siswa itu kan kalau dulu murni dari orang tua siswa tapi kalau sekarang kan bisa dari BOS, BOSDA dlll. pokoknya program pengganti SPP harus ditetapkan berapa yang bisa dipakai untuk membayar gaji guru. Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama bahkan harus diperjuangkan oleh PGRI sebagai wadah berkumpulnya guru. Kalau buruh ada upah minimum, yaitu upah yang harus dibayar oleh perusahaan, mestinya harus ada juga aturan tentang gaji minimum guru swasta yang harus dibayar oleh yayasan, 
Alasannya kenapa saya punya ide ini(mungkin ini gak orisinil) karena berdasarkan hasil pengamatan saya, saya jarang menemukan iuran siswa (namanya bisa macam-macam seperti ianah, SPP dll) yang murah meriah Rp. 10.000,- (sepuluh ribu ) ke bawah, di tingkat TK saja iuran siswa rata-rata Rp. 40.000,- tapi data yang di dinas, 80 % gurunya digaji kurang dari Rp. 300.000,- bahkan ada yang digaji cuma Rp. 150.000,- itu berarti kalau 1 kelas TK jumlah muridnya 20 orang, maka gaji gurunya 20 % saja sebab di TK. di jenjang dikdas juga sama, saya melihat ada guru yang dibayar Rp. 600.000,- padahal iuran siswa tiap bulannya Rp. 150.000,- dan sekolah ini juga muridnya baru. dilain pihak saya melihat ada banyak pemilik sekolah yang biasanya berlebel yayasan gak tau kerjanya apa tapi bisa beli mobil, padahal yayasan itu dulu hasil kerja keras orang sekampung tapi kemudian dianggap milik keluarga. Saya tidak menafikan jika ada sekolah swasta yang sudah memberikan gaji bahkan layaknya PNS, sistem kepegawaiannya juga hampir sama dengan PNS ada kenaikan gaji ada kenaikan pangkat ada tunjangan jabatan dll. tapi sepengetahuan saya sekolah yang seperti ini hanya 1-2 saja tidak lebih
keprihatinan kita semakin dalam karena sebenarnya pembangunan ruang kelas, sarana prasarana bahkan biaya operasional  sudah dibantu oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. lalu kenapa gaji guru swasta kita masih kecil?  ini butuh jihat dari semua yang mengelola lembaga pendidikan untuk mensejahterakan gurunya, jangan hanya melemparkan tanggungjawab ke pemerintah saja.   

Rabu, 04 Desember 2013

ADA APA DENGAN BEBAN KERJA GURU PAI?



Di awal tahun 2012, karena kami kekurangan guru agama, maka kami menugaskan guru agama untuk selain mengajar PAI di satminkalnya juga di satuan pendidikan lain yang guru PAI nya kosong. Hitungan kami kalau guru PAI SD itu tiap rombel nya 3 JTM maka kali 6 rombel jumlahnya Cuma 18 JTM, berarti minimal kurang 6 JTM. Tapi semua protes dan merasa sudah 24 jam tatap muka. Lo kok bisa? Mereka bilang bahwa ekstrakulikuler itu diakui 6 JTM dan selama ini juga gak masalah. Dan memang di tahun 2012 mereka tidak bermasalah dibuktikan dengan lancarnya pembayaran Tunjangan Profesi guru.

Tapi kemudian timbul pertanyaan saya? Apa mungkin ada perbedaan mengenai beban kerja guru antara kemenag dengan kemendikbud? Kalau di kemendikbud beban kerja guru di atur dalam Permendiknas NO. 39 Tahun 2009. Pada Pasal 5 ayat (1)nya disebutkan bahwa Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini, guru dalam jabatan yang bertugas selain di satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dalam keadaan kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu di wilayah kabupaten/kota, dapat memenuhi beban mengajar minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dengan cara:
mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/atau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain;
  1. menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan;
  2. menjadii guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka
  3. menjadi guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP);
  4. membina kegiatan ektrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka), Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pecinta Alam (PA), Palang Merah Remaja (PMR), Jurnalistik/Fotografi, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan sebagainya;
  5. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap dan perilaku siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir diri;
  6. melakukan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;
  7. melakukan pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
Karena aturan ini ditetapkan tanggal 30 Juli 2009 maka mestinya tanggal 30 Juli 2011 ketentuan yang memperbolehkan item a-h sebagai pemenuhan beban guru tidak berlaku lagi. Tapi karena ada permendiknas nomor 30 tahun 2011 dimana Ketentuan 2 tahun pada pasal 5 permendiknas 39 tahun 2009 tersebut diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Desember 2011. Ini artinya sejak tanggal 1 Januari 2012 sudah tidak diakuinya lagi item a-h pasal 5 ayat (1). Sehingga untuk memenuhi beban kerja guru yang tidak tidak mempunyai pengesahan ekuivalen dari kemendikbud maka guru tersebut diberi tugas mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya, baik negeri maupun swas ta sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik, Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Permendiknas nomor 39 tahun 2009 tersebut.


Lalu bagaimana dengan pemenuhan beban kerja di kemenag? Saya baca ada surat edaran dari dirjen pendidikan islam Kemenag No. 1/7.1.1/...01/42/2012 (nomornya mohon diliat di web kemenag, maklum mata 40 an) tanggal 16 Januari 2012 yang ditandatangani direktur Pendidikan Madrasah, menyebutkan bahwa dirjen Pendidikan Islam menetapkan dan memberlakukan permendiknas nomor 30 tahun 2011 dan mencabut keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor Dj.I/DT.1.1/158/2010 tentang Pedoman Teknis perhitungan beban kerja guru RA dan Madrasah yang ditetapkan pada tanggal 30 Maret 2010. Kalau lihat isi surat sangat jelas bahwa guru PAI juga sudah tidak bisa lagi memakai ekstra kulikuler sebagai pemenuhan beban kerja minimal 24 JTM. Sebagai orang yang dulu pernah belajar hukum, saya memang tergelitik dengan surat tersebut. Mestinya mencabut suatu keputusan itu harus dengan peraturan minimal setingkat, sehingga harusnya mencabut keputusan Dirjen tersebut ya harus dengan keputusan Dirjen yang menyatakan mencabut keputusan yang dimaksud. Saya khusnudhon saja mungkin pihak dirjen pendidikan Islamnya lupa ada aturan seperti itu atau bahkan tidak tau. Lo ini kan untuk RA dan Madrasah kalau untuk yang di sekolah kan beda mungkin ada pertanyaan seperti itu? Memang ada pedoman pelaksanaan pemenuhan beban kerja guru PAI pada sekolah, tapi pedoman inipun merujuk ke permendiknas 39 tahun 2009, hanya saja di pedoman tersebut tidak disebutkan bahwa pemenuhan beban kerja dengan ekstrakulikuler dkk tadi hanya untuk 2 tahun saja, padahal permendiknas 39 tahun 2009 jelas menyebutkan bahwa pemenuhan beban kerja dengan ekstrakulikuler dkk (sebagaimana pasal 5 ayat (1) ) hanya berlaku 2 tahun.

Tapi bagai kami yang di dinas jelas, bahwa sejak tanggal 1 Januari 2012 semua guru baik guru PAI maupun guru lainnya, yang tidak mempunyai keputusan ekuivalen dari kemendikbud kalau tidak bisa memenuhi JTM harus mengajar di sekolah lain. Kalau kemudian di daerah lain guru PAI masih memakai ekstrakulikuler sebagai pemenuhan beban kerja, ya mungkin karena kemenagnya belum tau saja. Sehingga sampai semua rombel di SD memakai kurikulum 2013 guru PAI di SD yang rombelnya hanya 6 harus mengajar disekolah lain yang guru PAInya kosong, kalau tidak ya terpaksa tidak mendapatkan Tunjangan Profesi guru ataupun kalau sudah menerima Tunjangan Profesi guru kalau ada pemeriksaan jangan-jangan harus mengembalikan.
Tambahan : dibeberapa daerah bagai guru agama islam khususnya jenjang SD, disiasati dengan menjadikan guru agama islam sebagai kepala perpustakaan. dalam banyak aturan, baik PP maupun permendiknas, kepala perpustakaan itu setingkat dengan kepala laboratorium, dan wakil kepala sekolah yang jabatannya diekuivalen menjadi 12 jtm. Tetapi harus diingat bahwa permendiknas nomor 25 tahun 2008 tentang standar perpustakaan, mensyaratkan kepala perpustakaan itu harus memenuhi persyaratan diantaranya dia telah mempunyai sertifikat pengelolaan perpustakaan dan syarat lainnya yaitu rombel di sekolah lebih dari 6 rombel dan bukunya lebih dari 1000 judul. Aturan ini memang berlaku 5 tahun setelah diberlakukannya permendiknas ini, artinya sejak 1 juli 2013, setiap kepala perpustakaan harus memenuhi persyaratan sebagaimana disyaratkan, sedang bagaimana dengan sebelum 1 juli 2013 menurut pendapat saya persyaratan itu belum berlaku, atau sunnah lah kalau dilaksanakan. semoga tambahan ini bisa bermanfaat. amin